SR JATIM, Pacitan – Gunung Lembu, yang terletak di Desa Tremas, Kecamatan Arjosari, Kabupaten Pacitan, merupakan salah satu tujuan wisata religi yang ramai dikunjungi. Selain memiliki nilai spiritual, tempat ini juga menyimpan jejak sejarah yang mengindikasikan pengaruh ajaran Buddha pada masa lampau.
Menurut Bukori (63), sang penjaga makam yang telah mengabdikan diri selama delapan tahun, dulunya di kawasan ini ditemukan arca berbentuk sapi yang diduga merupakan sesembahan dalam ajaran Buddha. “Arca itu ditemukan sekitar sepuluh tahun lalu, lalu dipindahkan ke tempat lain,” ujarnya. Selain arca, ditemukan pula prasasti yang semakin menguatkan dugaan bahwa Gunung Lembu memiliki keterkaitan dengan peradaban Buddha di masa lalu.
Kini, Gunung Lembu lebih dikenal sebagai tempat ziarah umat Islam. Nama “Gunung Lembu” sendiri tidak hanya merujuk pada bukit di daerah ini, tetapi juga menjadi sebutan untuk wilayah sekitar serta makam yang berada di puncaknya.
Baca Juga : Kajati Jatim Resmikan Gedung Prof. Dr. Mia Amiati di Pacitan
Gunung Lembu berjarak sekitar 14 kilometer dari pusat Kota Pacitan, dengan waktu tempuh kurang lebih 25 menit menggunakan kendaraan bermotor. Jalan menuju lokasi cukup baik dan dapat dilalui kendaraan roda dua maupun roda empat, sehingga memudahkan para peziarah yang datang dari luar kota.
Bukori awalnya tidak sendiri dalam merawat makam di Gunung Lembu. Ia bersama kerabatnya, Mbah Benu. Namun, seiring berjalannya waktu, Mbah Benu meminta Bukori untuk meneruskan tugas menjaga makam, meskipun dirinya tetap membantu.
“Saya awalnya hanya ikut membantu, tapi kemudian Mbah Benu meminta saya untuk lebih aktif dalam merawat makam. Saya pun menerimanya dengan niat baik. Selama di sini, saya hanya ingin mencari berkah dan menjalani hidup dengan tenang,” ungkap Bukori.
Setelah memutuskan untuk sepenuhnya mengurus makam, Bukori berhenti bekerja sebagai buruh bangunan. “Dulu saya kerja sebagai buruh bangunan, tapi fisik saya semakin tidak kuat. Akhirnya, saya lebih memilih mengurus makam ini. Saya merasa lebih tenang di sini, dan yang penting saya bisa tetap menghidupi keluarga,” katanya.
Untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, Bukori membuka warung sederhana di sekitar area makam. “Saya hanya jualan kecil-kecilan, seperti kopi, dan jajanan ringan untuk para peziarah yang datang. Saya tidak berharap banyak, yang penting cukup untuk makan dan kebutuhan keluarga,” tambahnya.
Gunung Lembu selalu ramai pada hari Sabtu dan Minggu, terutama oleh peziarah dari luar daerah seperti Malang, Blitar, Tulungagung, hingga Banten. Sementara itu, para santri datang hampir setiap hari untuk berdoa dan mencari ketenangan spiritual.
Menurut Bukori, dulu ada mitos yang melarang santri datang ke makam pada tengah hari. “Katanya, kalau datang siang-siang bisa mengalami kejadian aneh atau kena musibah. Tapi saya sendiri merasa biasa saja. Saya siang-malam di sini, dan saya merasa tempat ini aman,” ujarnya.
Selain memiliki nilai religi, Gunung Lembu juga menawarkan keindahan alam yang menenangkan. Dari puncaknya, pengunjung bisa menikmati pemandangan perbukitan hijau yang sejuk dan asri.
Meskipun kerap disebut sebagai “juru kunci”, Bukori lebih merasa dirinya hanya seorang penjaga makam. “Saya ini bukan juru kunci, saya hanya menjaga makam ini dan mencari sesuap nasi di sini,” katanya merendah.
Baca Juga : ODGJ yang Dipasung di Nganjuk, Pj Gubernur Adhy: Target Jatim Bebas Pasung
Bukori menegaskan bahwa ia tidak menjadikan makam sebagai ajang mencari uang. Ia tidak menarik biaya parkir, tidak menyediakan kotak amal, dan tidak meminta imbalan apa pun dari para peziarah. Jika ada sesuatu yang perlu diperbaiki, ia menggunakan uang pemberian para relawan. “Saya tidak berharap bantuan dari pemerintah, semuanya kembali pada kesadaran masing-masing. Kalau ada yang mau membantu, alhamdulillah, kalau tidak pun saya tetap menjalani ini dengan ikhlas,” ujarnya.
Bukori mengaku bahwa niatnya hanya satu: menjaga makam dan menjalani hidup dengan berkah. “Saya tidak punya niat lain selain mengurus tempat ini. Saya tidak mengejar harta, saya hanya ingin hidup tenang dan bisa terus beribadah di sini,” tuturnya.
Dengan pekerjaannya saat ini, Bukori bisa menghidupi keluarganya, termasuk keempat anaknya. “Banyak yang tanya, apakah saya bisa hidup dari menjaga makam? Saya jawab, alhamdulillah cukup. Yang penting berkah,” katanya dengan senyum.
Beberapa pengunjung mengaku pernah mengalami kejadian mistis saat berziarah ke Gunung Lembu. Namun, Bukori menanggapinya dengan santai. “Banyak yang bilang pernah melihat sosok aneh atau mendengar suara gaib di sini. Tapi saya sendiri tidak pernah mengalami hal seperti itu. Saya siang-malam di makam ini, dan saya merasa tempat ini aman dan damai,” katanya.
Menurutnya, mitos-mitos seperti itu sudah ada sejak dulu, tetapi tidak perlu terlalu dipercaya. “Yang penting kita datang ke sini dengan niat baik. Kalau niat kita baik, insyaAllah tidak akan ada hal buruk yang terjadi,” katanya.
Dengan sejarah panjang, nilai spiritual yang kuat, serta pesona alam yang menenangkan, Gunung Lembu tetap menjadi destinasi religi yang menarik bagi banyak orang. Keberadaan Bukori sebagai penjaga makam juga menjadi bukti bahwa pengabdian tanpa pamrih masih ada di tengah masyarakat.***
Komentar
2 komentar